Kakak pulang minggu lalu setelah bertahun
merantau menuntut ilmu. Tak ada yang berubah dari kakak, hanya gurat kedewasaan
dari sikapnya memperlakukan aku dan bapak ibu yang terasa berbeda. Mungkin
rindu yang membuatnya tak lagi acuh tak acuh padaku, pada ibu. Kakak pulang
membawa seragam kebanggaannya yang bewarna biru. Seragam yang sangat istimewa
menurutku. Bukan karena untuk mendapatkannya harus menyingkirkan orang berpuluh
ribu, namun perlakuan istimewa ibu pada seragam itu. Seragam itu kembuat
kakakku menjadi buah bibir di desaku. Membuat banyak tetangga menggoda kakakku
dengan anak gadis mereka. Seragam itu pula yang kata bapak menandakan aku masih
bisa melanjutkan sekolahku hingga aku bisa memakai seragam putih abu-abu, bekas
kakakku dulu. Kakak terlihat begitu gagah dibalut seragam biru, ada pangkat
berkilau di kedua bahu.
Namun tidak cukup sampai disitu. Keistimewaan
seragam biru semakin bertambah di mataku saat aku melihat ibu. Ibu yang menatap
dengan mata berkaca-kaca pada foto kakak yang berseragam biru sembari menahan
rindu. Keluarga kami memang tergolong keluarga yang pas-pasan. Bapak tidak
mampu mengirimi kakak uang bulanan. Kakak sepenuhnya hidup dari jernih payahnya
di ibu kota. Itu pula sebabnya kakak tidak seperti teman-temannya yang bisa
pulang setiap kali liburan tiba.
Kemarin malam saat semua tertidur aku masih
sempat melihat ibu menyelesaikan setrikaan baju yang menumpuk. Dan saat
menyeterika seragam biru kakak, aku dengan sangat yakin melihat bibir ibu
bergerak-gerak. Ibu berdoa untuk kakak saat menyeterika seragamnya. Ibu melipat
seragam itu dengan sangat hati-hati dan dengan tatapan curahan seluruh kasih
yang ibu miliki. Sejak saat itu aku berjanji pada diriku, aku akan membuat ibu
bangga padaku. Aku akan seperti kakakku, aku juga akan memiliki seragam biru.
Beberapa tahun telah berlalu sejak saat itu.
Kini aku bapak dan ibu tengah berada di ruangan megah dengan dekorasi mewah.
Ibu dan bapak terlihat kikuk sekali saat awal memasukinya. Kini lagi-lagi aku
melihat sorot haru ibu, setetes air mata meluncur dari gurat wajahnya yang tak
lagi muda. Ibu menatap kakakku yang kini tak lagi berseragam biru. Kakak
mengenakan setelan jas hitam di hari kelulusan. Gagah luar biasa. Dan tak hanya
mendedikasikan semua usahanya menjadi wisudawan terbaik untuk ibu, kakak juga
memberi ibu seorang calon menantu. Gadis manis berjilbab ungu yang berprofesi
sebagai seorang guru. Aku hanya tersenyum menatap semua moment indah ini dan
berdiri di samping ibu. Dengan seragam biru milikku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar